Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri memimpin langsung jumpa pers mengenai kasus suap dan gratifikasi serta pemalsuan surat dalam perkara tanah yang melibatkan pejabat di lingkungan Polri, Selasa (3/1).
Kasus perebutan hak ahli waris Aria Citra Mulia (ACM) ini dilaporkan ahli waris Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW). Adapun pejabat di lingkungan Polri yang terlibat adalah Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Kayun (BK).
Dalam keterangannya, Firli Bahuri menjelaskan kronologi kasus ini. Awalnya, ES dan HW berniat konsultasi dengan BK yang saat itu menjabat Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri. Konsultasi dilakukan sekitar bulan Mei 2016 di sebuah satu hotel di Jakarta.
Dalam konsultasi, BK menyatakan siap membantu, asalkan dia mendapatkan sejumlah uang dan barang.
BK juga menyarankan agar ES dan HW mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri. Selanjutnya, BK juga yang di ditunjuk sebagai salah satu personel yang melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.
Di bulan Oktober 2016 Divisi Hukum Mabes Polri menggelar rapat untuk membahas permohonan perlindungan hukum atas nama ES dan HW. BK juga hadir dalam rapat yang menyimpulkan telah terjadi penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan sebelumnya.
"Dalam perjalanan kasusnya, ES dan HW lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri," ucap Firli.
Adapun, terkait penetapan status tersangka tersebut, BK menyarankan ES dan HW mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Untuk sarannya itu, BK menerima uang sebesar Rp 5 miliar dari ES dan HW yang ditransfer ke rekening orang kepercayaan BK.
Selama proses pengajuan praperadilan, diduga BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum Mabes Polri untuk dijadikan bahan materi gugatan praperadilan. Dalam putusannya, hakim pun mengabulkan permohonan dan menetapkan penahanan tersangka tidak sah.
Untuk jasanya ini, di bulan Desember 2016 BK mendapatkan satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh BK.
Tetapi ternyata kasus ini belum berhenti. Di bulan April 2021, ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.
Selanjutnya, BK pun kembali menerima uang berjumlah Rp 1 miliar dari ES dan HW sebagai imbalan untuk bantuan pengurusan perkara dimaksud. Namun karena ES dan HW dianggap tidak koperatif dan melarikan diri, Bareskrim Mabes Polri pun memasukkan keduanya ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Selain kasus ini, BK juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak. Total gratifikasi yang diterima sebesar Rp 50 miliar.
“Tim penyidik KPK terus mengembangkan lebih lanjut informasi dan data terkait dengan perkara ini,” demikian Firli Bahuri menutup penjelasannya.
(Foto: Tim RMOL.id)
SEBELUMNYA
Duet Anies dan Imin DideklarasikanBERIKUTNYA
Gelora Resmi Dukung Prabowo